Saturday, September 29, 2007

Legalisasi Kerusakan Hutan: Kopi Lampung Akan Diembargo.

3 Aug 2000 23:4:42 WIB

TEMPO Interaktif, Bandar Lampung: Walhi Lampung mendesak Pemda untuk
segera mencabut Perda tentang Retribusi Izin Pemungutan terhadap
Pengambilan Hasil Hutan Bukan Kayu di Kawasan Hutan--atau sering
disebut Iuran Hasil Hutan (IHH). Sebab, kata Masyhuri Abdullah,
Direktur Eksekutif Walhi Lampung, LSM lingkungan hidup internasional
menilai Pemda telah melegalisasi kerusakan hutan melalui perda
tersebut. Buktinya,Green Peace sudah mengeluarkan surat peringatan
kepada Nestle agar tidak mengunakan produk kopi asal Lampung, kata
Masyhuri kepada TEMPO Interaktif, di Sekretariat Walhi Lampung, Kamis
(3/8).

Embargo ini, papar Masyhuri, akan berimbas pada tingkat pendapatan
petani kopi di Lampung. Dan jika kopi Lampung ini tidak laku akan juga
berdampak pada devisa negara. Sebab, 60 persen hasil kopi Indonesia
berasal dari Lampung. Masyhuri juga mengkhawatirkan, setelah surat
peringatan Green Peace itu, lembaga-lembaga lingkungan hidup
internasional lainnya akan ikut-ikutan mendesak pemerintahnya
masing-masing mengembargo kopi dari Lampung.

Kami sudah tiga kali berdemonstrasi dan berdialog dengan DPRD Lampung
pada Maret dan April lalu. Tapi anggota dewan malah menganggap
permintaan kami berlebihan dan salah dalam mempersepsikan Perda
tersebut, katanya. Padahal, dengan adanya IHH, perambahan hutan
lindung memang seperti dilegalisasi. Untuk diketahui, hutan-hutan
lindung di Lampung hampir punah. Kini hanya tersisa 30 persen dari
jumlah semula yang hampir seluruhnya telah dijarah penduduk setempat
untuk menanam kopi.

Lucunya, lanjut dia, di dalam Perda IHH itu disebutkan: bagi para
petani kopi dalam hutan lindung, dikenai biaya retribusi. Nah, dengan
demikian, secara tidak langsung Pemda sudah melegalkan perambahan
hutan dong, tegasnya. Karenanya, menghadapi ancaman dari pasaran
internasional itu, Walhi Lampung menyampaikan surat terbuka kepada
Gubernur Lampung, Oemarsono. Selain menuntut penghapusan Perda IHH,
juga disebutkan, adanya tanaman kopi di dalam kawasan hutan telah
menimbulkan ketimpangan dalam penguasaan sumber-sumber agraria.
Kebijakan pemerintah dianggap lebih berpihak kepada pemilik modal.
Sehingga, masyarakat yang tidak memiliki sumber agraria menjadikan
kawasan hutan sebagai salah satu alternatif mempertahankan kehidupan
mereka.

Mengenai hal ini, Gubernur kepada TEMPO Interaktif mengatakan, Pemda
tidak akan mencabut Perda yang telah disetujui DPRD Lampung itu. Wong
belum diberlakukan juga kok, sudah ribut, katanya. Sedangkan, anggota
DPRD juga bersikukuh mempertahankan Perda itu. Pada dasarnya Perda itu
adalah untuk membina dan mengarahkan masyarakat yang selama ini berada
di kawasan hutan untuk sekaligus menjaga dan memfungsikan hutan secara
layak. Bukan untuk melegalisasi perusakan hutan, ungkap Mochtar Hasan,
dari Fraksi Kebangkitan Bangsa. (Fadilasari)

No comments: