Sunday, September 9, 2007

'Segerakan Adili Kasus Talangsari'


Selasa, 01 Mei 2007

Pengusutan kasus ini bukan untuk mengadili TNI.

BANDAR LAMPUNG -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menargetkan upaya penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Talangsari, Lampung (1989), akan selesai dalam tahun ini. Sementara sejumlah saksi hidup dan korban kasus penyerbuan aparat keamanan terhadap kelompok petani miskin dan pengajian di Talangsari, itu mendesak digelarnya pengadilan HAM.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pun bertekad terus mendorong kasus ini sampai dibawa ke pengadilan HAM ad hoc. Malah, diharapkan penyelidikan dapat rampung sebelum terbentuk kepengurusan baru Komnas HAM pada September 2007.

''Mudah-mudahan tidak ada halangan, sehingga dalam setahun ini Komnas HAM bisa menyelesaikan kasus Talangsari,'' kata Koordinator Kontras, Usman Hamid, usai peluncuran buku Talangsari 1989: Kesaksian Korban Pelanggaran HAM Peristiwa Lampung, karya Fadilasari (wartawan), di Universitas Lampung, Senin (30/4).

Ruang acara peluncuran buku tersebut dipadati saksi korban kasus Talangsari, aktivis LSM, LBH, mahasiswa, dan para wartawan. Dalam sesi diskusi publik, sempat terjadi perang mulut antarsaksi korban dan pembicara, namun tidak sampai merusak suasana.

Sukardi, salah satu saksi hidup, merasa sudah cukup lama merasakan derita sebagai keluarga korban Talangsari akibat ketidakjelasan penyelidikan dari tahun ke tahun. ''Saya selaku keluarga korban minta kasus Talangsari jangan 'diperdagangkan' oleh siapa pun. Selesaikan di pengadilan,'' tegasnya.

Sedangkan Jayus, saksi korban lainnya, menilai, hambatan untuk maju ke pengadilan selama ini karena kesalahan dari keluarga korban dan pendamping untuk menyosialisasikan kasus Talangsari. ''Masih banyak yang tidak tahu kejadian 7 Februari 1989 pukul 5.30 WIB itu. Jamaah Talangsari di Lampung diberondong aparat dan dibakar di rumahnya,'' ungkapnya.

Jangan dipolitisasi
''Serangan fajar'' pada Selasa, 18 tahun silam, itu dilakukan aparat keamanan terhadap pondok pengajian di Desa Talangsari III, Lampung Timur. Sedikitnya 246 orang tewas mengenaskan oleh tembakan dan terbakar api yang berkobar, termasuk sejumlah ibu-ibu dan bocah. Puluhan orang lainnya, termasuk yang luka, dipenjarakan.

Pihak yang dikategorikan Komnas HAM sebagai pelaku kekerasan itu adalah Komando Resort Militer (Korem) 043/Garuda Hitam, Polda Lampung, dan Pemerintah Provinsi Lampung. Sejak dua tahun lalu, Komnas HAM melakukan investigasi dengan menemui dan mewawancarai para saksi korban yang tersebar di beberapa tempat di Lampung.

Usman mengatakan, dalam laporan Komnas HAM tertanggal 14 Maret 2006, disimpulkan, telah terjadi pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Talangsari. Komnas HAM akan membawa penyelidikan ini dalam bentuk projustisia, untuk disampaikan Kejaksaan Agung (Kejakgung), DPR, dan pengadilan HAM adhoc.

Ia pun optimistis DPR akan memberikan respon positif sehingga tragedi kemanusiaan di Talangsari dapat dibawa ke pengadilan HAM adhoc. Kontras berharap, DPR tidak mempolitisasi kasus Talangsari, seperti yang menimpa kasus Trisakti. ''Ini (kasus Talangsari) bukan mengadili TNI, jangan disalahartikan. Tapi tidak lebih dari ingin mencari keadilan, memperbaiki (kondisi ekonomi), dan menyelamatkan anak-cucu para korban,'' tandas Usman. n mur

Latar

- Kasus Talangsari terjadi pada Selasa, 7 Februari 1989.
- Pada pukul 05.30 WIB, aparat keamanan menyerbu, menembaki, dan membakar perkampungan sebuah kelompok pengajian yang diimami Warsidi (alm).
- Sebanyak 246 orang tewas, termasuk ibu-ibu dan anak-anak.

sumber: http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=291416&kat_id=3

No comments: